1 20 Twenty Spring
"Sosokmu seperti embun sisa hujan pada daun pepohonan yang perlahan jatuh. Jika kau mengizinkan, bolehkah aku menggapaimu?"
***
---
"Kau tidak kasihan dengan orang tuamu?! Mereka membayar mahal-mahal supaya kau bisa belajar!""Aku dengar semuanya! Jangan membantah mereka lagi dan seriuslah dalam belajar!""Harusnya kau bicarakan pada mereka supaya mereka mendukung-""Kalau kau sadar diri dan merasa bodoh, harusnya kau berhenti datang ke tempat kursus itu!""Aku lelah!""Kau tahu tidak teman-teman menjelekkanmu di depanku?""Kalau kau memang tidak mau belajar harusnya kau tidak merepotkan orang lain! "Kau harusnya sadar kalau mengejar itu semua tidak bisa membuatmu sukses!""Aku tidak mau berpacaran dengan seseorang yang membangkang pada orang tuanya."---
"Doyoung bilang aku merepotkan orang lain.. Mereka tidak pernah protes tapi aku tidak tahu ternyata selama itu mereka mengeluhkan aku di depan Doyoung.. Itulah sebabnya aku sangat takut kalau ada orang menawariku bantuan. Aku tidak mau merasa nyaman dengan orang lain dan aku tidak mau jika tanpa sadar jadi merepotkan mereka.."Chungha akhirnya tahu alasan sebenarnya mengapa semasa kuliah dan setelahnya Sejeong semakin tertutup soal masalah-masalahnya. Selama mereka hidup satu kamar di asrama, sekali pun ia tidak pernah benar-benar mendengar Sejeong mengeluh. Lebih banyak perempuan itu memaksakan diri dengan apa yang ia lakukan. Saat sakit tetap masuk ke kelas, saat kesulitan tidak pernah meminta tolong dengan teman-temannya. Sekali pun ia ikut organisasi di kampus, Sejeong memang terkenal sebagai seseorang yang ramah namun tertutup dan mandiri. Memiliki banyak teman namun sebenarnya tidak juga. Ia sungguh menyibukkan dirinya dengan segala macam kegiatan sampai ia tidak punya waktu untuk bersenang-senang. Bukan hanya karena ia tidak bisa melupakan Doyoung, tapi lebih ingin menebus masa lalunya yang lalai soal masa depan. Sejeong tidak ingin memanjakan dirinya sendiri yang terlalu bersantai dan meremehkan. Dan karena itu pula Sejeong tidak berani untuk berkomitmen dalam suatu hubungan, walaupun Chungha tahu Sejeong sempat berpacaran sekali dengan seseorang di jurusannya. Ia putus karena tidak bisa memberi perhatian dan terlalu takut sampai memberikan seluruh perasaannya dan jadi bergantung pada lelaki itu. Karenanya pula Sejeong jadi terlalu biasa hidup mandiri dan tidak sadar kalau banyak orang peduli padanya."Aku yang meminta Doyoung untuk tidak pernah membahas soal kami yang pernah berpacaran supaya kami juga tidak merasa canggung. Aku tidak benar-benar bisa melupakan Doyoung dan aku tidak bisa berbohong kalau aku masih menyukainya sampai tidak bisa tertarik dengan orang lain. Setiap Doyoung menelepon aku selalu merasa berdebar. Mendengar suaranya aku tidak bisa menahan senyumku dan saat melakukan panggilan video aku harus susah payah menahan diri agar tidak salah tingkah-""Tapi karena memang Doyoung yang memutuskannya lebih dulu, dia tampak biasa saja. Aku pikir selama ini memang benar hanya aku yang menyukainya sampai sebesar ini. Doyoung yang mengajakku untuk tidak saling terluka lagi tapi aku tidak bisa bohong kalau aku terluka waktu Doyoung memilih orang lain..""Apa Johnny tahu soal ini?"Sejeong tampak terdiam, lalu menggeleng pelan. "Dia hanya tahu kami pernah berpacaran. Tapi alasan kami putus, aku hanya bercerita karena ingin fokus dengan pendidikan masing-masing." lalu ia mendenguskan senyuman tipis. "Dan aku jadi tahu seberapa tulus Johnny padaku. Dia dengan terang-terangan memintaku agar merepotkan dirinya, dia tidak masalah kalau harus kesulitan karenaku. Walaupun aku terus menolak, tapi sejak dulu dia tidak masalah kalau aku bergantung padanya..""Kalau seperti itu, sekarang aku setuju kalau kau bersama Johnny dan aku paham kenapa kau akhirnya menerimanya. Dia... Terlalu baik! Dia bahkan menyanggupi apapun demi menyesuaikan dirinya denganmu.""Kau mau dengar yang lebih brengsek lagi?""Apa?""Johnny tahu kalau aku menyukai Doyoung sampai sekarang.""APA KAU BILANG?!" Chungha spontan berteriak. Ia berdeham pelan sebelum lanjut bertanya. "Lalu reaksinya?""Seperti yang kau lihat. Kami tetap berpacaran, kan? Dia membiarkanku.""Hah.. Kau tahu, kepalaku pusing mendengar cerita ini."Sejeong tertawa pelan, memeluk bantal milik Chungha erat sambil mengatur napasnya yang memburu. Ia tidak bisa sepenuhnya menganggap itu kenangan yang manis, justru rasanya menyesakkan saat kembali menceritakan itu setelah 10 tahun berlalu. Semua mungkin menganggap itu masalah sepele, tapi bagi Sejeong itu cukup berdampak pada kehidupannya.Bukan cuma antara ia dan Doyoung, tapi ia jadi teringat masalah dengan orang tuanya juga di masa lalu."Aku tidak tahu firasatku benar atau tidak, aku khawatir soal Doyoung. Dia selalu yang paling keras melarangku ini dan itu selama di kantor. Aku takut dia salah paham soal aku yang kesulitan dan merasa bersalah.."Chungha juga baru ingat kalau sebenarnya Sejeong ini sangatlah peka dengan orang-orang sekitarnya. Ia terlihat diam saja tapi ia juga memperhatikan kondisi orang-orang terdekatnya. Perempuan itu jadi penasaran dengan apa yang dipikirkan Doyoung sekarang!"Aku juga tidak tega melihat Johnny tadi.. Dia jelas kecewa karena aku tidak memberi tanggapan apapun. Tapi aku masih takut kalau harus memberikan seluruh perasaanku. Aku takut jika nanti benar-benar menyayangi Johnny, lalu tiba-tiba dia pergi sama seperti Doyoung waktu itu. Aku juga belum cukup baik jika bersanding dengannya. Aku juga ingin bermanja-manja, memberikan banyak perhatian dengan sering mengirim pesan dan kabar, tapi aku takut membuatnya risih-""Dan benar saja, aku membuat suatu kesalahpahaman dan mereka menganggapku tidak peduli dengan perasaan orang lain. Aku sangat peduli sampai kemudian kembali merasa sakit hati setiap mendengar pendapat itu tertuju padaku.""Kemarilah.."Mereka berpelukan dan pada akhirnya tangisan perempuan itu tumpah. Chungha membiarkan sahabatnya itu menangis dalam pelukannya, mengusap-usap punggungnya menenangkan. Setelah 10 tahun lamanya Chungha menunggu, akhirnya ia bisa mendengar cerita itu dari Sejeong. Ia tahu kalau banyak hal yang dipendam sahabatnya ini dan sengaja untuk tidak menuntut atau bertanya, karena ia ingin Sejeong sendiri yang bercerita ketika ia sudah siap. Selama ini ternyata Sejeong dan Johnny memang sama-sama sedang saling mengobati dari trauma di masa lalu."Sejeong.. Lain kali tolong jangan memendamnya lagi.. Kalau saja aku tahu waktu itu kau kesulitan, Sejeong.. Kau bisa merepotkanku, tidak apa-apa.."***
"Haechan akhir-akhir ini terlihat kacau!"Mina berceletuk begitu melihat Haechan masuk ke ruang meeting dengan wajah kusut. Lelaki itu mengambil duduk di sampingnya sambil menghela napas berat. "Dia kesepian karena Seoyeon berhenti bekerja!" sahut Renjun dengan nada mengejek. Keduanya kini saling beradu tatap dengan sengit, membuat beberapa orang yang ada dalam ruangan itu tertawa. Seoyeon akhirnya memilih berhenti dari pekerjaannya di kantor itu, meminta untuk dipindah kerjakan ke tempat lain melalui surat rekomendasi. Tanpa meminta maaf lagi pada Doyoung, Jisun, maupun Sejeong, juga orang-orang lain yang ia rugikan, Seoyeon memilih langsung mengirimkan surat pengunduran dirinya. Itulah sebabnya Haechan jadi kewalahan karena semua pekerjaan Seoyeon jadi dilimpahkan padanya."Haechan! Kau ingat ini semakin mendekati akhir tahun! Kau harus siap-siap dengan evaluasi tahunan besok!" ucap Jaemin dengan nada seolah mengancam, membuat Haechan semakin kalang kabut takut dengan evaluasi akhir tahun besok. Hari ini akan diadakan rapat besar untuk perencanaan kerja selama musim dingin. Waktu ini akan sangat sibuk-sibuknya sebab hampir sebagian besar acara selalu penuh di akhir tahun. Peringatan natal, musim dingin dan salju, juga tahun baru. Sebagai perusahaan industri kreatif, sudah pasti jasa mereka akan sangat diperlukan. Petinggi departemen satu persatu masuk ke ruangan. Haechan yang sempat berpencar duduk di tempat departemen keuangan cepat-cepat berpindah duduk di tempat seharusnya. Doyoung masuk lebih dulu sebagai ketua departemen manajemen bersama Jeongyeon sebagai sekretarisnya mengekor di belakang. Lalu disusul Jaehyun dari departemen keuangan bersama Hayoung sebagai sekretarisnya, setelahnya Taeyong dari departemen produksi dan Seulgi yang mewakili sebagai sekretarisnya juga. Seulgi memang punya peran ganda di departemennya, sebagai ketua tim salah satu tim desainer, ia juga sebagai orang kepercayaan Taeyong. "Kalau sudah begini, Doyoung selalu memiliki aura yang berbeda." ucap Ten sambil berbisik pada Sejeong yang duduk di belakangnya. "Sudah diamlah! Kau tidak tahu aku gugup sekarang?"Sejeong tidak bisa berpikir jernih. Ia sering berbicara di depan banyak orang, termasuk selama ia bekerja di kantor itu. Tapi baru ini ia ditunjuk sebagai pembicara timnya untuk menjelaskan perencanaan kerja yang ia dapat dari pihak manajenem. Musim lalu ia hanya duduk menonton dan memperhatikan. "Hei! Kau tidak perlu gugup begitu! Kau biasanya juga selalu baik dalam menyampaikan!""Kali ini berbeda bodoh! Lihatlah! Tuan Jung pemilik perusahaan juga sedang memperhatikan!"Para anggota departemen memperhatikan begitu satu persatu perwakilan menyampaikan laporan dan rencana mereka berdasarkan hasil koordinasi antar departemen. Pesona setiap ketua departemen itu tampak berbeda. Jeong Jaehyun sebagai kepala departemen keuangan yang dikenal sebagai sosok yang santai itu terlihat berwibawa di depan. Sosok tenang masih terlihat jelas dan ia menjelaskan dengan sangat baik di depan. Lee Taeyong sebagai kepala departemen produksi, sama sekali tidak sungkan untuk sedikit melontarkan candaan demi mencairkan suasana. Bahkan Tuan Jung pemilik perusahaan ikut menanggapi. Meski begitu, sewaktu ia menjelaskan laporannya, Taeyong berubah menjadi sosok yang dingin dan serius. Lalu Kim Doyoung yang terkenal santai di kepribadian aslinya justru kali ini tampak serius dan mengintimidasi. Ekspresi wajahnya menunjukkan betapa ia tidak bisa tersentuh sama sekali dengan segala penjelasannya yang tepat sasaran.Sejeong memperhatikan mereka dengan perasaan kagum. Merasa keren saja melihat tiga orang hebat di depannya itu. Terutama Doyoung yang paling menarik perhatiannya. Sampai sekarang, aura pemimpin yang dimiliki sahabatnya itu tidak pernah menghilang. Justru dengan memakai jas rapi seperti itu membuat auranya semakin terpancar.Lalu satu persatu perwakilan tim dari masing-masing departemen maju, termasuk sampai giliran Sejeong yang maju bersama Jinhyuk dari departemen keuangan dan Taeil dari departemen manajemen. Mereka merupakan pasangan tim ketika mengambil proyek besar. Rapat itu berlangsung sampai mendekati jam makan malam dan akhirnya semua laporan berhasil disampaikan dengan lancar. Tuan Jung menyampaikan cukup banyak hal dari apa yang ia dengarkan, memberi saran dan masukan yang dicatat dengan baik oleh semuanya. Sampai kemudian satu persatu keluar dari ruangan-dimulai dari Tuan Jung, dan rapat benar-benar berakhir.Semua bernapas lega termasuk mereka yang tadi mendapat kesempatan maju. Mereka seperti melebur begitu rapat itu selesai."Yak! Ayo pergi minum!" ucap Taeyong pada Jaehyun dan Doyoung di tempat mereka, cukup keras sampai orang-orang yang masih ada di sana kompak mengalihkan atensinya. "Taeyong hyung selalu mengajak minum sehabis rapat besar seperti ini." ucap Ten dengan ekspresi mengejek, spontan mendapat pukulan di lengan kanan-kirinya. Siapa lagi kalau bukan Renjun dan Saerom yang kompak menentang ucapan Ten."Rapat besar tidak terjadi dengan sering, hyung! Kau saja yang terlalu sering minum jadinya muak kalau ada yang mengajak lagi!""Aku tidak bisa melawan mulut pedasmu, Hwang Injun!"Sejeong tertawa pelan melihat interaksi mereka. Ia tidak bisa banyak bicara karena masih mendinginkan kepalanya yang panas setelah tadi maju dan menyampaikan banyak hal."Hei!" Mereka berempat menoleh begitu melihat Seulgi mendekat. "Ayo ikut minum! Kalian sudah bekerja keras! Kau juga, Sejeong! Penjelasanmu di depan sangat bagus!""Terima kasih, eonni-""Kalian masih ingin mengobrol?"Mereka menoleh, Taeyong menginterupsi obrolan mereka. Ia memperhatikan satu persatu dari mereka dengan wajah mengintimidasi."Tuan Lee tidak perlu sok galak!" ucap Seulgi sambil memukul bahunya. Taeyong yang memang lebih muda dari Seulgi hanya bisa mengaduh kesakitan, merengek gara-gara pukulan perempuan itu di bahunya cukup keras. Mereka semua pergi bersama ke sebuah bar yang biasa mereka datangi setiap acara minum sehabis kerja, duduk berpencar memutari meja panjang yang disediakan pemilik bar."Sejeong! Sini!"Sejeong menoleh, melihat Jaehwan melambaikan tangan untuk mengajaknya duduk bersebelahan. Perempuan itu menghela napas, melirik Ten yang berdiri di sampingnya sedang tersenyum jahil. "Kya~ Dia sudah tahu kau punya pacar dan masih berusaha mendekat!""Diam kau!" Pada akhirnya Sejeong mendekati Jaehwan, beruntung di sebelah lelaki itu ada Haebin dan di sisi kiri Sejeong ada Mina. Setidaknya ia tidak benar-benar harus menghadapi lelaki itu sendiri. "Eonni! Aku masih terkagum padamu!" Mina mengajaknya bicara, menuangkan minuman pada gelasnya. "Dia memang hebat! Sayang sekali Jinhyuk yang maju tadi! Aku juga ingin presentasi denganmu!""Haha.. Terima kasih.." Sejeong meminum sojunya, melihat sekeliling untuk mencari teman-teman satu departemennya. Ia bisa menemukan Renjun yang duduk dengan Jaemin, lalu ada Saerom yang mengobrol dengan Hayoung, Seulgi bersama Taeyong dan Taeil di ujung sana. Ah, Ten?"Kau mencariku?"Sejeong terlonjak begitu melihat Ten yang ternyata duduk di hadapannya. Lelaki itu tertawa pelan bersama dengan Doyoung di sampingnya. Perlahan Sejeong tersenyum, tak tahu mengapa merasa tenang melihat dua orang itu berada di dekatnya. Sementara Doyoung memperhatikan Sejeong di depannya, perempuan itu tersenyum ramah sekali pun ia merasa tidak nyaman dengan Jaehwan yang terus mengobrol berusaha mengorek banyak informasi dari perempuan itu. Lain kali mungkin ia akan meminta Jaehyun supaya salah satu karyawannya ini tidak mengganggu Sejeong. Ten meliriknya, menyenggol lengan Doyoung sambil menunjuk Sejeong. "Bagaimana Sejeong tadi?""Apa?" "Kau memperhatikannya terus..""Kapan?"Ten berdecak pelan, melihat Doyoung dengan kesal. "Apa perlu aku merekam apa yang kau lakukan?!"Doyoung tampak mengabaikan, meminum sojunya sambil memakan kentang goreng yang ada di meja. Ten tersenyum penuh arti, ikut menghabiskan sojunya. Malam semakin larut dan satu persatu mereka mengundurkan diri, tidak mau terlalu mabuk atau malam untuk kembali ke rumah. Mereka yang membawa kendaraan cepat-cepat pulang ke rumah dan yang jelas paling beruntung sekarang."Hujan...""Bagaimana kau pulang, eonni?"Sejeong mengedikkan bahunya, menengadahkan tangannya membiarkan air-air hujan mengenai tangannya itu. "Eonni aku pulang dulu, ya? Aku pulang dengan Hayoung!""Mm! Hati-hati, Saerom!"Sejeong melambaikan tangan, membiarkan Saerom pergi dengan Hayoung yang ikut menyapanya juga sebelum pergi. Renjun juga berpamitan karena ikut pulang dengan yang lain. Kali ini tinggal dirinya sendirian menunggu di luar."Apa aku harus memberitahunya untuk tidak datang-""Kenapa tidak masuk?"Cepat-cepat ia menoleh, mendapati Doyoung berdiri di sampingnya sambil menengadah melihat langit. Sejeong tertegun sejenak, kemudian fokus dengan ponselnya."Johnny menjemput, nanti begitu dia datang aku bisa langsung pergi.""Memang pulang naik apa?""Bus."Doyoung menatapnya, sementara Sejeong masih tidak mengalihkan perhatian dari ponselnya. Rasanya ia ingin tidak peduli, tapi melihat Sejeong yang menggerakkan kakinya-biasa dilakukannya saat merasa kedinginan-membuat Doyoung ingin bertindak. "Cuacanya sedang tidak bagus dan udara sangat dingin. Kau bilang Johnny itu saja untuk tidak datang. Aku antar pulang.""Dia sudah dalam perjalanan.""Naik bus juga? Lalu dia jalan dari halte kesini dengan kondisi sekarang yang hujan? Kau tidak takut kedinginan-""Aku bisa mengurus diriku sendiri, Doyoung! Ini hanya hujan! Lagian Johnny membawa payung!" Doyoung mengembuskan napasnya berat. Ia tidak biasa ditolak, apalagi oleh Sejeong. Semakin lama perempuan itu seperti berusaha menghindarinya dan ia tidak biasa untuk ini. Ingin rasanya ia memprotes tapi tahu kalau situasinya saja sedang tidak baik. Suasana kembali hening, hanya suara gemericik hujan yang mengiringi keduanya. Sama-sama menatap langit malam dan tetesan air yang turun dari atap yang menaungi mereka. Tangan perempuan itu menengadah, membiarkan sekali lagi air hujan membasahinya. Ia tahu itu dingin, tapi merasakan air hujan mengenai kulitnya memberi ketenangan sendiri.Doyoung tidak tahu ia bisa secanggung ini dengan Sejeong. Biasanya mereka bisa mengobrolkan banyak hal, apalagi ketika hujan turun. Selalu banyak kisah dan hal yang bisa mereka lakukan setiap hujan, seperti masa-masa sekolah dulu. Ia sedikit menoleh, melihat Sejeong yang tersenyum dengan kedua matanya yang berbinar memperhatikan tetesan air hujan. Hatinya menghangat, tanpa sadar perlahan ia tersenyum.---
"Doyoung! Kau tidak mau hujan-hujanan?!""Ayolah!! Sesekali, eoh?!""Kau bisa-bisa sakit!!""Ini hanya hujan!! Ayolah!!""Tidak-tidak! Ibumu akan marah kalau kau pulang basah- Kim Sejeong! Yak! Tunggu!!""Ayoo kau kejar aku!! Hahaha!!""Heii!! Tasku basah!!""Kim Doyoung lamban!!"---
Bagaimana bisa ia bernostalgia sendiri hanya karena Sejeong di sampingnya? Sejeong dan hujan adalah hal yang tidak bisa dipisahkan. Banyak kejadian yang membuat kenangan setiap hujan mengiringi perjalanan mereka dan Sejeong menyukainya. Sejeong suka dengan bau hujan, tanah yang basah dan air-air yang tertinggal di dedaunan. Dan Sejeong menjadi lebih terlihat indah begitu ia menikmati suasana yang disukainya. Ia bisa melihat Sejeong, dengan rambut hitam panjang dan poninya, memakai seragam sekolah dan tas berwarna biru di punggungnya. Ia berlari-lari kecil ditengah hujan deras sambil tertawa mengajak Doyoung untuk bergabung bersamanya. Senyumnya mengembang begitu lebar, sama dengan kedua matanya yang ikut tersenyum. Doyoung seolah melangkah keluar, mengikuti Sejeong dan membiarkan air hujan membasahi tubuhnya. Apa Sejeong berpikiran sama dengannya? Apa Sejeong pernah bernostalgia tentang masa lalu mereka? Apa yang Sejeong pikirkan ketika ia tersenyum sambil melihat hujan? Apa masih ada dirinya di hati perempuan itu?"Yak! Kenapa tidak masuk- Sejeong?! Kau belum pulang?"Doyoung melirik tajam pada Ten yang tiba-tiba muncul disela-sela ia sedang mengagumi sosok Sejeong. Lelaki itu langsung paham maksud tatapan Doyoung dan bergumam kata maaf. "Johnny masih di jalan.""Ouch.." Ten melirik Doyoung. Lelaki itu kembali memperhatikan Sejeong yang melihat ke arah lain. Sampai tak berapa lama mereka bisa melihat seseorang yang ditunggu Sejeong sejak tadi, berjalan bersama orang lain dalam payung yang sama."Mark!"Ketiganya menoleh, melihat Mina tiba-tiba sudah berada di tengah-tengah mereka. Gadis itu melambaikan tangan dan disambut oleh lelaki yang berdiri di samping Johnny. Lelaki bernama Mark itu membungkuk sekilas untuk menyapa yang lain sebelum perhatiannya kembali tertuju pada Mina. Doyoung memperhatikan keempat orang itu sedang mengobrol ringan, perhatiannya masih sama tertuju pada satu orang. Ia tahu Sejeong punya banyak teman, tapi menunjukkan senyum setulus itu pada orang asing adalah hal baru baginya. Sejeong sudah banyak berubah dari apa yang ia kenal dahulu, dan perubahan itu semakin terasa dengan pertemuan mereka. Ia bukan Sejeong yang selalu membutuhkannya dan ia bukan lagi Sejeong yang ingin bergantung padanya. Doyoung tersenyum kecil menyadari itu.Ini juga karenanya, ia yang meminta Sejeong untuk tidak bergantung padanya lagi.Mina dan Mark pergi lebih dulu, berjalan dalam payung yang sama meninggalkan yang lain. Kali ini tersisa Sejeong dan Johnny, juga ada Ten dan Doyoung yang sedang melihat keduanya. "Doyoung-ssi, terima kasih sudah menemani Sejeong..""A-ah.. Tidak masalah.." Keduanya saling membungkuk sopan, membuat Sejeong terkikik pelan melihat keduanya yang begitu canggung. Johnny dengan terang-terangan mengacak poni rambut perempuan itu gemas. "Kami permisi dulu..""Aku pergi dulu, Ten! Doyoung!""Sampai bertemu besok di kantor!" sahut Ten sambil melambaikan tangan, sementara Doyoung hanya tersenyum tipis melihat mereka. Keduanya berjalan menjauh, namun tidak membuat Doyoung beranjak dari tempatnya. Ia masih ingin melihat Sejeong selama mungkin, apalagi senyuman yang perempuan itu tunjukkan pada Johnny sambil ia bercerita. Dan Johnny melihat Sejeong dengan tatapannya yang meneduhkan seolah setiap kata yang diucapkan perempuan itu seperti nyanyian merdu yang layak untuk dinikmati. "Kau sekarang sadar kondisinya, kan?" ucapan Ten di sampingnya berhasil menginterupsi kegiatan yang sedang ia lakukan. Ia menoleh sekilas, menatap lelaki itu datar. "Dia bahagia dan kau jangan merasa bersalah lagi."Satu kalimat itu seolah membuka mata Doyoung. Ia kembali melihat Sejeong, perempuan itu tampak kedinginan. Doyoung baru saja hendak melangkah menyusul tapi urung begitu melihat keduanya berhenti dan Johnny melepas jaket yang ia gunakan lalu memberikannya pada Sejeong. Keduanya tertawa, lalu kembali melanjutkan langkah. "Ayo masuk! Masih ada yang lain di dalam!""Kau duluan saja.""Tsk! Terus saja perhatikan mereka!"Ten masuk lebih dulu, membiarkan Doyoung di luar sedang menperhatikan Sejeong dan Johnny yang perlahan juga menghilang dari pandangannya.Bukankah itu yang ia inginkan dulu? Bukankah dulu ia yang berkata untuk tidak sakit hati begitu Sejeong bahagia bersama orang lain? Bukankah ia juga yang meminta hubungan mereka di masa lalu berakhir?Kalau saja waktu itu ia tidak berkata demikian, bisa membicarakan maksudnya menjauh secara baik-baik pada Sejeong. Kalau saja waktu itu ia tidak membuatnya kecewa dan sadar bahwa yang paling dibutuhkan Sejeong bukanlah status mereka melainkan ia yang bisa selalu disisinya."Rasanya aku ingin mengatakan ini padamu, Sejeong.."
"Maaf kalau aku dulu meninggalkanmu.."
"Kau membutuhkanku tapi aku tidak mau dekat denganmu karena merasa aku membawa pengaruh buruk.."
"Padahal kau hanya ingin mengejar impianmu, aku hanya tidak mau kau dipukuli mereka lagi tapi justru aku sama saja menyakitimu.."
Doyoung tersenyum kecil, merasa ingin meneriakkan itu dihadapan Sejeong. Tapi satu hal kembali terpikirkan begitu ia ingin bertindak. Apakah begitu ia melakukan itu semua, menyampaikan perasaan sesungguhnya pada Sejeong akan membuat semua baik-baik saja? Sejeong, Johnny, Jisun, dan dirinya, apa akan baik-baik saja? Ia bahkan tidak bisa menjamin itu. Sejak lama pula ia juga tidak bisa menjamin, jika saja di masa lalu hubungan mereka masih berlanjut, apakah Sejeong akan sesukses dan sebahagia sekarang? Apa ia bisa menjamin melepas Sejeong terbang tinggi dengan masih mengikatnya?"Kalau aku membiarkan egoku, sejak lama aku bisa memaksa Sejeong kembali.""Tapi aku tidak bisa.. Banyak orang yang akan menjadi korbannya, dan aku tidak bisa menjamin Sejeong akan bahagia dengan memaksakan kehendak seperti itu."Doyoung tersenyum tipis, kembali teringat sepasang kekasih itu saling melempar senyum dengan penuh ketulusan."Harusnya aku menepati janjiku, kan?"***
To be Continue
---
Makasih buat kalian yang masih bertahan sampai part ini.. Aku nggak tahu bisa kasih kalian apa tapi aku bener2 berterima kasih buat kalian yang masih baca, meninggalkan komentar dan vote.. Makasih buat apresiasi kalian!!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen3h.Co